Santa Mars

Laki-laki, 18 tahun

Malang, Indonesia

Banggalah pada dirimu sendiri, Meski ada yang tak Menyukai. Kadang mereka membenci karena Mereka tak mampu menjadi seperti dirimu.
::
Start
Windows 8 SM Versi 3
Shutdown

Navbar3

Search This Blog

Tuesday 4 June 2013

Sejara Islam di Kalimantan Selatan

Apabila orang bicara masalah masuknya Islam di Kalimantan umumnya dan di Kalimantan Selatan khususnya. Rakyat Klimantan sebagian besar beragama Islam. Sejarah masuk dan berkembangnya agama Islam di Kalimantan sedikit sekali diketahui. Orang biasanya memperhatikan pendapat berupa tulisan penulis dari Eropa. Terutama Belanda. Sebab pendapat mereka itu dianggap bisa dipertanggunajawabkan, karena mempunyai sumber dan dasar. Itu tidak berarti pendapat mereka pasti benarnya dan harus dijadikan dalil. Di antara tulisan dari orang Belanda yang demikian tentang masuknya Islam di Kalimantan ialah dari J. Mallinckrodt. Antaranya tulisannya dalam ”Het Adatrecht van Borneo” ( Hukum Adat di Kalimantan ).[1]’ Buku tersebut mengenai masuknya Islam di Kalimantan. Di kerajaan Banjarmasin, Islam masuk di Kalimantan Selatan karena kegiatan para wali di Surabaya Ampel dan Gersik dan adanya mubaligh yang mampu keluar Jawa. pengislaman itu terjadi di waktu pemerintahan Pangeran Samudera kemudian bernama Sultan Suriansyah pada kurang lebih tahun 1540. Kerajaan atau kawasan tersebut hingga kini merupakan pusat (inti) dari penduduk yang beragama Islam di Kalimantan Selatan. Mereka itu dikenal dengan sebutan orang Banjar. Pantai-pantai Kalimantan didiami oleh penduduk yang beragama Islam yang karena perdagangan dan pertanian yang intensif mereka masuk sampai jauh sampai ke pedalaman Kalimantan hingga di daerah yang didiami suku-suku Dayak dan mempunyai pengaruh besar terhadap orang Dayak. Dengan berkuasanya Sultan dan pembesar-pembesar yang beragama Islam, apalagi dengan terbentuknya kerajaan yang di resmikan bernama kerajaan Islam. Maka kegairahan dan perkembangan agama Islam menjadi hidup dan pesat. Di bangunlah masjid dan langgar tempat beribadah dan mengaji. Raja-Raja Banjar yang memakai nama baru yang berciri Islam berperan dalam menunjukkan keIslamannya, berperan dalam usaha mengembangkan Islam, Rakyat umumnya mendapat pengaruh untuk berbuat sebagai orang Islam. Pengembangan Islam yang berarti adalah di masa Sultan Tahmidillah II (1785-1808) dan Sultan Sulaiman Al Mu’tamid’alallah (1808-1825) dengan adanya ulama besar Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary (1710-1812) yang mengaji di Masjidil Haram Makkah bertekun selama kurang lebih 35 tahun, menguasai selain ilmu agama, juga ilmu bumi, falak, hitung dan tumbuhan.
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan pada permulaan abad ke-16. Islam juga baru berkembang dengan pesat di Kalimantan Selatan sesudah abad ke-15.
Demikian juga bermacam-macam pendapat, yang kalau diringkas menjadi sebagai berikut :
Islam masuk di Kalimantan Selatan abad ke-7 atau permulaan abad ke-8. Dan Islam tersebar di kalangan penduduk Kalimantan sejak abad ke-10, dan masuknya sekitar tahun 1250. Berkembang pesat sesudah abad ke-16.
Di dalam Buku ”Ikhtisar Sejarah Islam”[2] mengatakan pengislaman di daerah Kalimantan Selatan mulai tahun 1520. Sewaktu itu Demak maju ke depan, ia membantu dua golongan yang berebut kerajaan. Golongan yang di bantu langsung di Islamkan, kemudian Islam berkembang terus hingga ke daerah Barito.
Pembangunan masjid dan langgar giat dilakukan, di kota dan di kampong. Lahirlah generasi guru-guru agama yang mempunyai murid-murid  yang memberikan pelajaran memakai sarana pesantren. Di masa itu di kenal pula seorang ulama dibidang ilmu Tasauf yaitu Syekh Muhammad Nafis Al Banjary yang mengarang kitab Tasauf ”Darun Nafs”.
Kemantapan agama Islam yang juga  penting di masa Sultan Adam Al-Wasikbillah (1825-1857) dengan di buatnya undang-undang Sultan Adam yang walau sederhana tapi berguna untuk menata kehidupan beragama bagi rakyat  ketika markas besar perjuangan Pangeran Antasari dalam Perang Banjar (1859-1905) dipindahkan ke hulu Barito. Sambil berperang, agama Islam dikembangkan ke daerah pedalaman, pehuluan dan pedusunan.
Perang Banjar itupun mempunyai motif untuk mengembangkan Islam. Tiga motif dari Perang Banjar itu, yaitu :
1.      Pemulihan kerajaan IslamBanjar yang berdaulat dan merdeka tanpa campur tangan penjajah.
2.      Menyejahterakan kehidupan rakyat kerajaan Banjar, lahir batin.
3.      Memantapkan dan mengembangkan agama Islam di kerajaan Banjar.
Dan hal itu merupakan unsur dari sejarah masuknya agama Islam di Kalimantan Selatan. 
Tulisan-tulisan yang membicarakan tentang masuknya Islam di Kalimantan Selatan selalu mengidentikkan dengan berdirinya kerajaan Banjarmasin. Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha yang beragama Hindu. Peristiwanya dimulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan Daha, dengan pamannya Pangeran Tumanggung. Seperti dikisahkan dalam Hikayat Banjar.[3] Setelah Sukarama wafat, jabatan raja dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi. Pangeran mangkubumi tidak terlalu lama berkuasa. Ia terbunuh oleh seorang pegawai istana. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka pangeran Tumanggunglah yang tampil menjadi raja Daha.
Pada ketika itu, Pangeran Samudera berkelana ke wilayah muara. Ia kemudian diasuh oleh seorang patih, bernama Patih Masih. Atas bantuannya, Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan perlawanan. Dalam serangan pertamanya, Pangeran Samudera berhasil menguasai Muara Bahan, sebuah pelabuhan strategis yang sering dikunjungi para pedagang luar, seperti dari pesisir utara Jawa, Gujarat, dan Malaka.[4]
Peperangan terus berlangsung secara seimbang. Patih Masih mengusulkan kepada Pangeran Samedera untuk meminta bantuan kepada kerajaan Demak. Sultan Demak bersedia membantu asal Pangeran Samudera nanti masuk Islam. Sultan Demak kemudian mengirim bantuan seribu orang tentara beserta seorang penghulu untuk mengislamkan orang Banjar.
Pangeran Samudera memperoleh kemenangan dan sesuai dengan janjinya Pangeran Samudera masuk Islam, setelah masuk Islam, diberi nama Sultan Suryanullah atau Sultan Suriansyah, yang dinobatkan sebagai raja pertama dalam kerajaan Islam Banjar.
Sultan Suryanullah diganti oleh putra tertuanya yang bergelar Sultan Rahmatullah. Ibu kota kerajaan dipindahkan beberapa kali, perpindahan itu terjadi, karena akibat datangnya pihak belanda ke Banjar dan menimbulkan haru-hara.[5]
Dalam buku ”Rpublik Indonesia, Propinsi Kalimantan”[6] R. Samudera pada waktu berumur 12 tahun pergi ke Jawa minta bantuan kepada Sunan Serabut masuk Islam dan di beri gelar Sultan Suriansyah. Pulang ke Kalimantan dengan membawa beberapa ribu bala tentara mengepung R. Sukarama di Kayu Tangi. P. Samudera setelah menang berperang diangkat menjadi Sultan Banjarmasin I Beragama Islam tumbuh subur dan berkembang″. Dalam buku itu,[7]’ disebutkan orang pertama kali memenuhi perjanjian dengan Kerajaan Demak waktu Kerajaan Banjarmasin minta bantuan Demak dalam perebutan kekuasaan dengan R. Sukarama. Di satu pihak yang membantu P. Samudera adalah Sunan Serabut, dilain pihak adanya perjanjian P. Samudera dengan Kerajaan Demak dan adanya bantuan Demak. Apalagi menyebut nama Kayu Tangi, ketika itu Kayu Tangi belum ada, Kayu Tangi adalah gelar dari Martapura ibu Kota baru Kerajaan Banjar ketika dipindah dari Banjarmasin di masa Sultan Rakhmatillah.
Dalam hal ini berdirinya Kerajaan Islam Banjar yang didahului dengan permintaan bantuan Pangeran Samudera kepada Demak, ada suatu hal yang menarik.
Ialah Patih Balit yang diutus Pangeran Samudera untuk meminta bantuan kepada Sultan Trenggano, juga membawa sepucuk surat Pangeran Samudera.
Dalam tulisan FSA De Clereq dalam  De  Vroegste Geschiedenis  van Banjarmasin” dalam  Tijdschrift voor Indisch Taal-Land-en Volkenkunde[8] isi surat dari Pangeran Samudera yang ditulis dalam bahasa Arab berbahasa Melayu Banjar.
Isi surat itu berbunyi:
Salam sembah putra andika Pangeran di Banjarmasin dating kepada Sultan Demak. Putra andika mencatu nugraha minta tolong bantuan tandingan lawan sampean karena putra andika berebut kerajaan lawan pernah marina yaitu namanya Pangeran Tumenggung.
Tiada dua-dua putra sampean yaitu masuk Islam, mengula pada andika.
Maka persembahan putra andika intan 10 biji, pekat 1.000 galung, tudung 1.000 buah, damar 1.000 kendi, dan lilin 10 pikul.
Dengan adanya surat dengan huruf Arab itu, berarti ketika itu di Banjar sudah mengerti huruf Arab. Sudah ada yang bisa membaca dan menulis huruf Arab.
Siapa yang menulis huruf Arab itu. Mungkin Pangeran Samudera mempunyai juru tulis yang bisa menulis karangan dengan huruf Arab. Mungkin salah seorang penasihat Pangeran Samudera. Mungkin Patih Masih atau Patih lainnya. Mungkin meminta bantuan kepada seorang Arab atau seorang Islam yang berada di Banjarmasin.
Atau Pangeran Samudera sendiri sudah pandai menulis dan membaca huruf Arab.
Apapun jawabannya yang bisa ditarik sebagai kesimpulan ialah di daerah Banjarmasin sebelum resmi masuk Islam Pangeran Samudera dan pembesar-pembesarnya, sudah ada orang-orang yang beragama Islam. Sudah ada diajarkan membaca dan menulis huruf Arab, huruf Al-Quran.
Dari penjelasan atau uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa, Sejarah masuk dan berkembangnya agama Islam di Kalimantan sedikit sekali, Islam masuk di Kalimantan Selatan karena kegiatan para wali di Surabaya Ampel dan Gersik dan adanya mubaligh yang mampu keluar Jawa. pengislaman itu terjadi di waktu pemerintahan Pangeran Samudera kemudian bernama Sultan Suriansyah pada kurang lebih tahun 1540. setelah menang berperang diangkat menjadi Sultan Banjarmasin I Beragama Islam tumbuh subur dan berkembang. Sebelum resmi masuk Islam Pangeran Samudera dan pembesar-pembesarnya, sudah ada orang-orang yang beragama Islam. Sudah ada diajarkan membaca dan menulis huruf Arab, huruf Al-Qur'an

[1] )  Jld ii, di Leiden, Belanda. Th 1928. Hlm 45-46.
[2] )  Karangan, Muchtar Kawi.
[3] ) J. J. Ras, Hikayat Banjar: A. study in Malay Historiography, (The Haguemartinus Nijhoff-KTLV,  1968), hlm. 376-398.
[4] ) Ibd., hlm. 376-377.
[5] ) Taufik Abdullah (Ed.), sejarah…,op. cit.,hlm. 87.
[6] )  BAB VII, ttg, Sejarah Raja-Raja di Kalimantan.
[7] )  BAB Kebudayaan.
[8] )  Jld XXIV, 1877, hlm 264’.

0 komentar: