Apabila orang bicara
masalah masuknya Islam di Kalimantan umumnya dan di Kalimantan Selatan
khususnya. Rakyat Klimantan sebagian besar beragama Islam. Sejarah masuk dan
berkembangnya agama Islam di Kalimantan sedikit sekali diketahui. Orang biasanya memperhatikan pendapat berupa tulisan
penulis dari Eropa. Terutama Belanda. Sebab pendapat mereka itu dianggap bisa
dipertanggunajawabkan, karena mempunyai sumber dan dasar. Itu tidak berarti
pendapat mereka pasti benarnya dan harus dijadikan dalil. Di antara tulisan dari
orang Belanda yang demikian tentang masuknya Islam di Kalimantan ialah dari J.
Mallinckrodt. Antaranya tulisannya dalam ”Het Adatrecht van Borneo” (
Hukum Adat di Kalimantan ).[1]’
Buku tersebut mengenai masuknya Islam di Kalimantan. Di kerajaan Banjarmasin, Islam
masuk di Kalimantan Selatan karena kegiatan para wali di Surabaya Ampel dan
Gersik dan adanya mubaligh yang mampu keluar Jawa. pengislaman itu terjadi di
waktu pemerintahan Pangeran Samudera kemudian bernama Sultan Suriansyah pada
kurang lebih tahun 1540. Kerajaan atau kawasan tersebut hingga kini merupakan
pusat (inti) dari penduduk yang beragama Islam di Kalimantan Selatan. Mereka
itu dikenal dengan sebutan orang Banjar. Pantai-pantai Kalimantan didiami oleh
penduduk yang beragama Islam yang karena perdagangan dan pertanian yang intensif
mereka masuk sampai jauh sampai ke pedalaman Kalimantan hingga di daerah yang
didiami suku-suku Dayak dan mempunyai pengaruh besar terhadap orang Dayak. Dengan
berkuasanya Sultan dan pembesar-pembesar yang beragama Islam, apalagi dengan
terbentuknya kerajaan yang di resmikan bernama kerajaan Islam. Maka kegairahan
dan perkembangan agama Islam menjadi hidup dan pesat. Di bangunlah masjid dan
langgar tempat beribadah dan mengaji. Raja-Raja Banjar yang memakai nama baru
yang berciri Islam berperan dalam menunjukkan keIslamannya, berperan dalam
usaha mengembangkan Islam, Rakyat umumnya mendapat pengaruh untuk berbuat
sebagai orang Islam. Pengembangan Islam yang berarti adalah di masa Sultan
Tahmidillah II (1785-1808) dan Sultan Sulaiman Al Mu’tamid’alallah (1808-1825)
dengan adanya ulama besar Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary (1710-1812) yang
mengaji di Masjidil Haram Makkah bertekun selama kurang lebih 35 tahun,
menguasai selain ilmu agama, juga ilmu bumi, falak, hitung dan tumbuhan.
Masuknya Islam di
Kalimantan Selatan pada permulaan abad ke-16. Islam juga baru berkembang dengan
pesat di Kalimantan Selatan sesudah abad ke-15.
Demikian juga
bermacam-macam pendapat, yang kalau diringkas menjadi sebagai berikut :
Islam masuk di
Kalimantan Selatan abad ke-7 atau permulaan abad ke-8. Dan Islam tersebar di kalangan
penduduk Kalimantan sejak abad ke-10, dan masuknya sekitar tahun 1250.
Berkembang pesat sesudah abad ke-16.
Di dalam Buku ”Ikhtisar
Sejarah Islam”[2]
mengatakan pengislaman di daerah Kalimantan Selatan mulai tahun 1520.
Sewaktu itu Demak maju ke depan, ia membantu dua golongan yang berebut
kerajaan. Golongan yang di bantu langsung di Islamkan, kemudian Islam
berkembang terus hingga ke daerah Barito.
Pembangunan masjid dan
langgar giat dilakukan, di kota dan di kampong. Lahirlah generasi guru-guru
agama yang mempunyai murid-murid yang
memberikan pelajaran memakai sarana pesantren. Di masa itu di kenal pula
seorang ulama dibidang ilmu Tasauf yaitu Syekh Muhammad Nafis Al Banjary yang
mengarang kitab Tasauf ”Darun Nafs”.
Kemantapan agama Islam
yang juga penting di masa Sultan Adam
Al-Wasikbillah (1825-1857) dengan di buatnya undang-undang Sultan Adam yang
walau sederhana tapi berguna untuk menata kehidupan beragama bagi rakyat ketika markas besar perjuangan Pangeran
Antasari dalam Perang Banjar (1859-1905) dipindahkan ke hulu Barito. Sambil
berperang, agama Islam dikembangkan ke daerah pedalaman, pehuluan dan pedusunan.
Perang Banjar itupun
mempunyai motif untuk mengembangkan Islam. Tiga motif dari Perang Banjar itu,
yaitu :
1. Pemulihan kerajaan
IslamBanjar yang berdaulat dan merdeka tanpa campur tangan penjajah.
2. Menyejahterakan
kehidupan rakyat kerajaan Banjar, lahir batin.
3.
Memantapkan
dan mengembangkan agama Islam di kerajaan Banjar.
Dan
hal itu merupakan unsur dari sejarah masuknya agama Islam di Kalimantan
Selatan.
Tulisan-tulisan yang membicarakan tentang masuknya
Islam di Kalimantan Selatan selalu mengidentikkan dengan berdirinya kerajaan
Banjarmasin. Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan Daha yang
beragama Hindu. Peristiwanya dimulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga
istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan Daha, dengan
pamannya Pangeran Tumanggung. Seperti dikisahkan dalam Hikayat Banjar.[3]
Setelah Sukarama wafat, jabatan raja dipegang oleh anak tertua, Pangeran
Mangkubumi. Pangeran mangkubumi tidak terlalu lama berkuasa. Ia terbunuh oleh
seorang pegawai istana. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka pangeran
Tumanggunglah yang tampil menjadi raja Daha.
Pada ketika itu, Pangeran Samudera berkelana ke
wilayah muara. Ia kemudian diasuh oleh seorang patih, bernama Patih Masih. Atas
bantuannya, Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan perlawanan. Dalam
serangan pertamanya, Pangeran Samudera berhasil menguasai Muara Bahan, sebuah
pelabuhan strategis yang sering dikunjungi para pedagang luar, seperti dari
pesisir utara Jawa, Gujarat, dan Malaka.[4]
Peperangan terus berlangsung secara seimbang. Patih
Masih mengusulkan kepada Pangeran Samedera untuk meminta bantuan kepada
kerajaan Demak. Sultan Demak bersedia membantu asal Pangeran Samudera nanti
masuk Islam. Sultan Demak kemudian mengirim bantuan seribu orang tentara
beserta seorang penghulu untuk mengislamkan orang Banjar.
Pangeran Samudera memperoleh kemenangan dan sesuai
dengan janjinya Pangeran Samudera masuk Islam, setelah masuk Islam, diberi nama
Sultan Suryanullah atau Sultan Suriansyah, yang dinobatkan sebagai raja pertama
dalam kerajaan Islam Banjar.
Sultan Suryanullah diganti oleh putra tertuanya yang
bergelar Sultan Rahmatullah. Ibu kota kerajaan dipindahkan beberapa kali,
perpindahan itu terjadi, karena akibat datangnya pihak belanda ke Banjar dan
menimbulkan haru-hara.[5]
Dalam buku ”Rpublik Indonesia, Propinsi Kalimantan”[6]
R. Samudera pada waktu berumur 12 tahun pergi ke Jawa minta bantuan kepada
Sunan Serabut masuk Islam dan di beri gelar Sultan Suriansyah. Pulang ke
Kalimantan dengan membawa beberapa ribu bala tentara mengepung R. Sukarama di
Kayu Tangi. P. Samudera setelah menang berperang diangkat menjadi Sultan
Banjarmasin I Beragama Islam tumbuh subur dan berkembang″. Dalam buku itu,[7]’
disebutkan orang pertama kali memenuhi perjanjian dengan Kerajaan Demak waktu
Kerajaan Banjarmasin minta bantuan Demak dalam perebutan kekuasaan dengan R.
Sukarama. Di satu pihak yang membantu P. Samudera adalah Sunan Serabut, dilain
pihak adanya perjanjian P. Samudera dengan Kerajaan Demak dan adanya bantuan
Demak. Apalagi menyebut nama Kayu Tangi, ketika itu Kayu Tangi belum ada, Kayu
Tangi adalah gelar dari Martapura ibu Kota baru Kerajaan Banjar ketika dipindah
dari Banjarmasin di masa Sultan Rakhmatillah.
Dalam hal ini berdirinya Kerajaan Islam Banjar yang
didahului dengan permintaan bantuan Pangeran Samudera kepada Demak, ada suatu
hal yang menarik.
Ialah Patih Balit yang diutus Pangeran Samudera untuk
meminta bantuan kepada Sultan Trenggano, juga membawa sepucuk surat Pangeran
Samudera.
Dalam tulisan FSA De Clereq dalam ”De
Vroegste Geschiedenis van
Banjarmasin” dalam ”Tijdschrift
voor Indisch Taal-Land-en Volkenkunde”[8]
isi surat dari Pangeran Samudera yang ditulis dalam bahasa Arab berbahasa
Melayu Banjar.
Isi surat itu berbunyi:
”Salam sembah putra
andika Pangeran di Banjarmasin dating kepada Sultan Demak. Putra andika mencatu
nugraha minta tolong bantuan tandingan lawan sampean karena putra andika
berebut kerajaan lawan pernah marina yaitu namanya Pangeran Tumenggung.
Tiada dua-dua putra sampean yaitu masuk Islam, mengula
pada andika.
Maka persembahan putra andika intan 10 biji, pekat
1.000 galung, tudung 1.000 buah, damar 1.000 kendi, dan lilin 10 pikul.
Dengan adanya surat dengan huruf Arab itu, berarti
ketika itu di Banjar sudah mengerti huruf Arab. Sudah ada yang bisa membaca dan
menulis huruf Arab.
Siapa yang menulis huruf Arab itu. Mungkin Pangeran
Samudera mempunyai juru tulis yang bisa menulis karangan dengan huruf Arab.
Mungkin salah seorang penasihat Pangeran Samudera. Mungkin Patih Masih atau
Patih lainnya. Mungkin meminta bantuan kepada seorang Arab atau seorang Islam
yang berada di Banjarmasin.
Atau Pangeran Samudera sendiri sudah pandai menulis
dan membaca huruf Arab.
Apapun jawabannya yang bisa ditarik sebagai kesimpulan
ialah di daerah Banjarmasin sebelum resmi masuk Islam Pangeran Samudera dan
pembesar-pembesarnya, sudah ada orang-orang yang beragama Islam. Sudah ada
diajarkan membaca dan menulis huruf Arab, huruf Al-Quran.
Dari
penjelasan atau uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa, Sejarah masuk
dan berkembangnya agama Islam di Kalimantan sedikit sekali, Islam masuk
di Kalimantan Selatan karena kegiatan para wali di Surabaya Ampel dan Gersik
dan adanya mubaligh yang mampu keluar Jawa. pengislaman itu terjadi di waktu
pemerintahan Pangeran Samudera kemudian bernama Sultan Suriansyah pada kurang
lebih tahun 1540. setelah menang berperang diangkat menjadi Sultan Banjarmasin
I Beragama Islam tumbuh subur dan berkembang. Sebelum resmi masuk Islam
Pangeran Samudera dan pembesar-pembesarnya, sudah ada orang-orang yang beragama
Islam. Sudah ada diajarkan membaca dan menulis huruf Arab, huruf Al-Qur'an
[3] ) J. J. Ras, Hikayat
Banjar: A. study in Malay Historiography, (The Haguemartinus
Nijhoff-KTLV, 1968), hlm. 376-398.
0 komentar:
Post a Comment