Santa Mars

Laki-laki, 18 tahun

Malang, Indonesia

Banggalah pada dirimu sendiri, Meski ada yang tak Menyukai. Kadang mereka membenci karena Mereka tak mampu menjadi seperti dirimu.
::
Start
Windows 8 SM Versi 3
Shutdown

Navbar3

Search This Blog

Wednesday 5 June 2013

Hukum Qishash

Kata “qisas” (قصاص) berasal dari bahasa Arab yang berarti “mencari jejak”, seperti “al-qasas“. Sedangkan dalam istilah hukum Islam, maknanya adalah pelaku kejahatan dibalas seperti perbuatannya, apabila ia membunuh maka dibunuh dan bila ia memotong anggota tubuh maka anggota tubuhnya juga dipotong.[2]
Menurut keterangan al-Baidhawi, ahli tafsir yang terkenal: "Di zaman Jahiliyah pernah terjadi pertumpahan darah di antara dua buah persukuan Arab. Yang satu kabilahnya kuat dan yang satu lagi lemah. Maka terbunuhlah salah seorang dari anggota kabilah kuat itu oleh kabilah yang lemah tadi. Lantaran merasa diri kuat, kabilah yang kuat itu mengeluarkan sumpah; akan mereka balas bunuh, biarpun yang terbunuh di kalangan mereka seorang budak, mereka akan meminta orang yang merdeka. Walaupun yang terbunuh di kalangan mereka seorang perempuan, mereka akan minta ganti nyawa dengan seorang laki-laki."
Riwayat ini juga dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim dan Said bin Jubair. Lantaran itu maka hukum qishash,zaman jahiliyah bu_kan hukum, tetapi balas dendam, yang mereka sebut Tsar.
Agama Islampun datang, yaitu di saat perdendaman masih belum habis. Islam tidak dapat membenarkan balas dendam. Islam hanya mengakui adanya hukum qishash, bukan balas dendam. Maka kalau terjadi lagi pembunuhan manusia atas manusia, tanggung jawab penuntutan hukum bukan saja lagi terletak pada keluarga yang terbunuh, tetapi terletak ke atas pundak orang yang beriman. Balas dendam harus dicegah, yang berhutang nyawa harus dibayar dengan nyawa, tetapi pintu maaf selalu terbuka; maka datanglah ayat ini:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.(QS. Al-Baqarah:178).
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian untuk melaksanakan hokum qishash dalam kasus pembunuhan di antara kalian apabila telah disepakati pelaksanaannya dan tidak ada hal yang menghalanginya seperti sudah ada kesepakatan untuk mengganti pelaksanaan qishash dengan pembayaran tebusan. Artinya, bila telah disepakati pelaksanaan qishash tersebut, hendaklah kalian melaksanakan hukuman mati kepada si pembunuh, kendati apa pun derajat sosialnya; orang merdeka, seorang budak, atau seorang wanita harus tetap dibunuh bila ia memang telah terbukti membunuh.[3]
Jangan kalian melampaui batas dengan membunuh orang yang bukan si pembunuh sebagaimana dilakukan oleh orang-orang pada masa Jahiliyah, atau dengan membunuh orang lebih lemah dari si pembunuh sebenarnya sebagaimana dilakukan para penyembah berhala.[4]
Kalian harus bersikap adil dalam permasalahan diyat (denda) dan pembunuhan. Barangsiapa menggugurkan hak qishashnya dan ridha dengan menerima diyat (tebusan), maka hendaklah wali si terbunuh untuk tidak bersikap keras (mendesak-desak) dalam menuntut tebusan tersebut. Namun, jangan pula si pembunuh menunda pembayaran diyat kepada yang berhak menerimanya dengan cara yang tidak baik.[5]
Allah telah memberi kemudahan terhadap umat ini dengan member keringanan dan mencurahkan rahmat. Dia mensyariatkan adanya kewajiban diyat sebagai bentuk rahmat terhadap kelompok si pembunuh dan kasih saying terhadap keluarga terbunuh, yakni bila ada keridhaan dan hilangnya tuntutan dari pihak yang terbunuh.[6]
Barangsiapa telah mengambil diyat, tetapi ia masih membunuh maka sesungguhnya ia telah berbuat zalim dan bertindak bodoh, dan Allah akan menyiapkan untuknya siksa yang pedih atas perbuatan dosa besar ini.[7]
Abu ja’far berkata: Kata كتب عليكم artinya di wajibkan atas kalian.
Jika ada yang berkata: Apakah qishash wajib dilakukan oleh wali korban atas si pembunuh? Jawabannya: Tidak, melainkan hal itu hanyalah mubah, dan boleh memaafkan dengan ganti diyat.[8]
Hadis Rasulullah SAW yang menyatakan: المسلمون تتكافأ دماؤهم artinya: “umat Islam itu sama nilai darahnya”.[9]
Lalu apa penakwilan ayat tersebut?
Para mufassir berselisih pendapat dalam hal ini. Seperti dijelaskan dalam riwayat-riwayat berikut:
Dari Asy-Sya’bi tentang firman Allah:
Ia berkata: ayat ini diturunkan atas dua kabilah Arab yang saling berperang karena fitnah, mereka berkata: akan kami fulan bin fulan atas budak kami, dan fulan bin fulan dari fulanah, maka turunlah ayat di atas.[10]
Dari Qatadah ia berkata: adalah kehidupan orang-orang jahiliyah diwarnai dengan keangkuhan dan ketaatan kepada syetan, dimana suatu kaum jika memiliki kekuatan, lalu ada salah seorang dari budak mereka dibunuh oleh budak dari kaum yang lain, maka mereka mengatakan:”kami tidak akan membalas untuknya kecuali kecuali atas orang merdeka.” Karena rasa gengsi mereka atas kaum yang lain, dan jika ada seorang wanita dari mereka yang dibunuh oleh wanita kaum yang lain, maka mereka mengatakan: “kami tidak akan membalas untuknya kecuali atas orang laki-laki.” Maka turunlah ayat di atas.[11]
Dari Amir mengatakan tentang ayat berikut: ia diturunkan berkenaan dengan peperangan fitnah, jika ada seorang budak dari mereka dibunuh dan seorang budak dari yang lain dibunuh dengan maka seimbang, begitu juga dua orang perempuan dan dua orang merdeka, demikian maknanya insya Allah.[12]
Dari Qatadah dari Al Hasan, bahwa Ali pernah mengatakan tentang hukuman seorang laki-laki yang membunuh isterinya, ia berkata: jika ingin mengqishashnya silahkan dan membayar denda setengah diyat.[13]
Dari Sya’bi, ia menceritakan tentang seorang laki-laki yang membunu isterinya dengan sengaja, lalu mereka membawanya kepada ali, maka ia berkata: jika kalian ingin mengqishasnya silahkan, dan berikan sisa diyat laki-laki atas diyat permpuan.[14]
Jadi, firman Allah: كتب عليكم القصاص   maknanya: telah dfiwajibkan atas kalian dalam Lauhul Mahfudz bahwa tidak dibenarkan membunuh selain pelaku pembunuhan.[15]
Jadi perwakilannya: wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian qishash pada sekalian korban; orang merdeka qishash dengan orang merdeka, budak qishash dengan budak, perempuan qishash dengan perempuan.
Penakwilan firman Allah:
Abu Ja’far berkata: sebagian mufassir berseliosih pendapat tentang penakwilan ayat ini. Sebagian mereka mengatakan: maknanya, bahwa jika wali korban membebaskan si pembunuh dari qishash dan memaafkannya dengan ganti diayat maka hendaknya si wali korban bersikap bijak dan si pembunuh dapat memenuhinya dengan baik.[16]
Penakwilan firman Allah:
Abu Ja’far berkata: Maknanya; hokum yang aku tetapkan kepada kalian ini wahai umat Islam, yaitu member ma’af kepada pembunuh dari qishash dengan ganti diyat, adalah suatu kemudahan dan rahmat yang Aku berikan kepada kalian, dimana Aku telah mengharamkannya atas orang-orang sebelum kalian.[17]
Penakwilan firman Allah:
Abu Ja’far: Maknanya; barangsiapa yang melampaui batas hukum Allah sesudah mengambil diyat yang disepakati yaitu membunuh si pembunuh maka baginya siksa yang pedih.[18]
Hukum qishash adalah hukuman terbaik, baik bagi masyarakat klasik maupun modern, karena hukuman tersebut mencerminkan keadilan, proporsional, dan rasional. Pelaku diberi balasan sesuai dengan perbuatannya, dan keluarga diberi kewenangan dan hak yang semestinya. Jika hukuman ini dilaksanakan secara profesional dan proporsional, tentu secara bertahap akan terwujud keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat.[19]
Dapat disimpulkan bahwa qisas adalah mengambil pembalasan yang sama atau serupa, mirip dengan istilah, “ jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga. “utang nyawa dibayar dengan nyawa”. Kecuali dengan suatu jalan perdamaian, seperti; membayar diyat dan meminta kerelaan kepada keluarga si terbunuh.

[1] http://tafsiralazhar.net46.net/myfile/S-Al-Baqoroh/al-baqoroh_ayat_178_179.htm  (didownload 03-05-2013)
[2] http://forpimekkah.blogspot.com/2011/06/hukum-qishash-dalam-islam.html (didownload 18-05-2013)
[3] Aidh al-Qarni. At-Tafsiru al-muyassaru. Pen, tim Qisthi Press (Jakarta: Qisthi Press, 2007), jil 1, hlm 136.
[4] Aidh al-Qarni. At-Tafsiru al-muyassaru. Pen, tim Qisthi Press (Jakarta: Qisthi Press, 2007), jil 1, hlm 136.
[5] Aidh al-Qarni. At-Tafsiru al-muyassaru. Pen, tim Qisthi Press (Jakarta: Qisthi Press, 2007), jil 1, hlm 136.
[6] Aidh al-Qarni. At-Tafsiru al-muyassaru. Pen, tim Qisthi Press (Jakarta: Qisthi Press, 2007), jil 1, hlm 137.
[7] Aidh al-Qarni. At-Tafsiru al-muyassaru. Pen, tim Qisthi Press (Jakarta: Qisthi Press, 2007), jil 1, hlm 137.
[8] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 18.
[9] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 20.
[10] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 20.
[11] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 20-21.
[12] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 22.
[13] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 24.
[14] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 25.
[15] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 28.
[16] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 28.
[17] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 35.
[18] Abu ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Qur’an. Pen, Ahsan Askan. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet 1, jil 3, hal 38.
[19] Drs. H. Su’aib, H. Muhammad M,Ag. 5 Pesan al-Qur’an Jilid Kedua.(Uin Maliki: Press 2011).

0 komentar: