> Arti kata Musibah
Musibah mempunyai beberapa sinonim yang juga
bisa dijadikan sebagai arti kata dari musibah itu sendiri, di antaranya adalah:
Sinonim
|
:
|
bahala, bahaya, bala, bencana, kecelakaan, kedukaan, kemalangan, kesedihan, kesengsaraan, kesusahan, ketewasan, mala, malang, malapetaka, mara, musakat, musibat, penderitaan, perasaian, petaka, sial.[1]
|
Musibah apapun yang menimpa umat Rasulullah, seyogyanya dipandang
sebagai salah satu dari enam perkara:[2]
1. sebagai ujian keimanan. Allah berfirman dalam al-Quran Surat al-Ankabut ayat 1-2, “Alif Lam Mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan, “Kami beriman”, dan mereka tidak diuji?! Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti akan mengetahui orang-orang yang benar (dengan keimanannya) dan orang-orang yang berdusta”.
Firman Allah dalam Surat Muhammad ayat 31, “Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benarberjihad dan bersabar di antara kamu, dan akan Kami uji perihal kamu”.
2. sebagai upaya meningkatkan derajat keimanan. Semakin tinggi iman seseorang, semakin tinggi pula ujian yang ditimpakan kepadanya. Dalam al-Quran, Hadis dan Sirah Nabawiyah (sejarah nabi) banyak kita temukan kisah musibah yang menimpa para nabi. Nabi Nuh misalnya, selama 950 tahun berdakwah hanya mendapatkan sedikit orang yang beriman, sementara kebanyakan umatnya kufur bahkan memperoloknya (QS. Al-Ankabut ayat 14), Nabi Ibrahim dibakar Raja Namrud (QS. Al-Anbiya` ayat 57-70), Nabi Ayub yang diuji dengan ludesnya harta dan kematian hampir seluruh anggota keluarganya serta tubuhnya yang dijangkiti banyak penyakit (QS. Shad ayat 41), dan Rasulullah yang diejek dan disakiti orang-orang kafir Makkah, bahkan hendak dibunuh.
Rasulullah pernah ditanya oleh Shahabat Sa’ad bin Abu Waqqash tentang orang yang paling berat cobaannya, beliau menjawab, “Para nabi. Kemudian orang-orang yang derajatnya dekat dengan para nabi”. (HR. al-Hakim dan al-Thabrani).
Dalam hadis lain Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang muslim terkena duri, atau lebih dari itu, kecuali Allah mengangkat baginya satu derajat, dan menghapuskan darinya satu dosa”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
3. sebagai bukti cinta Allah terhadap hamba-Nya. Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda “Ketika Allah mencintai suatu kaum, Dia mengujinya (dengan memberinya musibah)”. (HR. Ahmad dan al-Thabrani)
4. sebagai tanda bahwa Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang (segolongan kaum), kebaikan ini berbentuk pemberian pahala dan penghapusan dosa yang diberikan Allah bagi orang yang bersabar dalam menjalani musibah.
Dan sabdanya yang lain, “Umatku umat yang dirahmati, di mana tidak ada atas mereka siksaan di akhirat. Siksaan mereka di dunia berupa bencana, gempa dan pembunuhan”. (HR. Abu Dawud).
Dan dalam sebuah Hadis yang dari Ummul Mukminin Aisyah, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Ketika dosa seorang hamba sudah sedemikian banyak, dan tidak ada sesuatupun yang dapat menghapusnya, maka Allah mengujinya dengan kesusahan agar dosanya terhapuskan”. (HR. al-Bazzar)
Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda, “Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi hambanya, Dia mengujinya dengan bala (musibah). Dan ketika Allah menguji hambanya, Dia memberatkannya”. Saat para sahabat bertanya maksud dari memberatkannya”, Rasulullah bersabda, “Allah tidak meninggalkan baginya keluarga dan harta”. (HR. al-Thabrani).
5. sebagai teguran atau peringatan. Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda, “Tidak ada seorangpun dari kalian melanggar ketentuan (Agama) kemudian disegerakan siksaannya (sebagai hukuman), kecuali siksa itu menjadi kafarah (penebus dosanya). Dan siapa yang siksanya diakhirkan, maka urusannya dikembalikan kepada Allah; Kalau Allah menghendaki, Dia merahmatinya (mengampuni kesalahannya). Dan kalau Dia tidak menghendaki, Dia akan menyiksanya” . (HR. Ibn Hibban)
Dalam sebuah Hadis yang yang lain Rasulullah bersabda, “Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka disegerakan baginya hukuman (di dunia ini) atas dosanya. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada hamba-Nya, Dia tahan hukuman dosanya di dunia, sehingga disiksa-Nya pada hari Kiamat.” (HR. al-Hakim)
6. sebagai siksa Allah di dunia. Dalam al-Qur`an Allah menjelaskan bahwa ketika kemaksiatan dan kejahatan merajalela, dan tidak ada orang yang mencoba melakukan amar makruf nahi munkar, maka siksa Allah (musibah) akan menimpa mereka secara keseluruhan, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. al-Anfal ayat 25).
1. sebagai ujian keimanan. Allah berfirman dalam al-Quran Surat al-Ankabut ayat 1-2, “Alif Lam Mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan, “Kami beriman”, dan mereka tidak diuji?! Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti akan mengetahui orang-orang yang benar (dengan keimanannya) dan orang-orang yang berdusta”.
Firman Allah dalam Surat Muhammad ayat 31, “Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benarberjihad dan bersabar di antara kamu, dan akan Kami uji perihal kamu”.
2. sebagai upaya meningkatkan derajat keimanan. Semakin tinggi iman seseorang, semakin tinggi pula ujian yang ditimpakan kepadanya. Dalam al-Quran, Hadis dan Sirah Nabawiyah (sejarah nabi) banyak kita temukan kisah musibah yang menimpa para nabi. Nabi Nuh misalnya, selama 950 tahun berdakwah hanya mendapatkan sedikit orang yang beriman, sementara kebanyakan umatnya kufur bahkan memperoloknya (QS. Al-Ankabut ayat 14), Nabi Ibrahim dibakar Raja Namrud (QS. Al-Anbiya` ayat 57-70), Nabi Ayub yang diuji dengan ludesnya harta dan kematian hampir seluruh anggota keluarganya serta tubuhnya yang dijangkiti banyak penyakit (QS. Shad ayat 41), dan Rasulullah yang diejek dan disakiti orang-orang kafir Makkah, bahkan hendak dibunuh.
Rasulullah pernah ditanya oleh Shahabat Sa’ad bin Abu Waqqash tentang orang yang paling berat cobaannya, beliau menjawab, “Para nabi. Kemudian orang-orang yang derajatnya dekat dengan para nabi”. (HR. al-Hakim dan al-Thabrani).
Dalam hadis lain Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang muslim terkena duri, atau lebih dari itu, kecuali Allah mengangkat baginya satu derajat, dan menghapuskan darinya satu dosa”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
3. sebagai bukti cinta Allah terhadap hamba-Nya. Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda “Ketika Allah mencintai suatu kaum, Dia mengujinya (dengan memberinya musibah)”. (HR. Ahmad dan al-Thabrani)
4. sebagai tanda bahwa Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang (segolongan kaum), kebaikan ini berbentuk pemberian pahala dan penghapusan dosa yang diberikan Allah bagi orang yang bersabar dalam menjalani musibah.
Dan sabdanya yang lain, “Umatku umat yang dirahmati, di mana tidak ada atas mereka siksaan di akhirat. Siksaan mereka di dunia berupa bencana, gempa dan pembunuhan”. (HR. Abu Dawud).
Dan dalam sebuah Hadis yang dari Ummul Mukminin Aisyah, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Ketika dosa seorang hamba sudah sedemikian banyak, dan tidak ada sesuatupun yang dapat menghapusnya, maka Allah mengujinya dengan kesusahan agar dosanya terhapuskan”. (HR. al-Bazzar)
Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda, “Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi hambanya, Dia mengujinya dengan bala (musibah). Dan ketika Allah menguji hambanya, Dia memberatkannya”. Saat para sahabat bertanya maksud dari memberatkannya”, Rasulullah bersabda, “Allah tidak meninggalkan baginya keluarga dan harta”. (HR. al-Thabrani).
5. sebagai teguran atau peringatan. Dalam sebuah Hadis Rasulullah bersabda, “Tidak ada seorangpun dari kalian melanggar ketentuan (Agama) kemudian disegerakan siksaannya (sebagai hukuman), kecuali siksa itu menjadi kafarah (penebus dosanya). Dan siapa yang siksanya diakhirkan, maka urusannya dikembalikan kepada Allah; Kalau Allah menghendaki, Dia merahmatinya (mengampuni kesalahannya). Dan kalau Dia tidak menghendaki, Dia akan menyiksanya” . (HR. Ibn Hibban)
Dalam sebuah Hadis yang yang lain Rasulullah bersabda, “Ketika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka disegerakan baginya hukuman (di dunia ini) atas dosanya. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada hamba-Nya, Dia tahan hukuman dosanya di dunia, sehingga disiksa-Nya pada hari Kiamat.” (HR. al-Hakim)
6. sebagai siksa Allah di dunia. Dalam al-Qur`an Allah menjelaskan bahwa ketika kemaksiatan dan kejahatan merajalela, dan tidak ada orang yang mencoba melakukan amar makruf nahi munkar, maka siksa Allah (musibah) akan menimpa mereka secara keseluruhan, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. al-Anfal ayat 25).
Dalam surah at-taqhabun
yang artinya:
11. Tidak ada suatu
musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan Barangsiapa
yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
12. Dan taatlah kepada
Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling Sesungguhnya kewajiban
Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.
13. (Dia-lah) Allah
tidak ada Tuhan selain Dia. dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal kepada
Allah saja.
Kelompok ayat-ayat ini oleh Thabathaba’i
sebagai tujuan utama surah ini, sedang
sebelumnya adalah pengantar menuju tujuan tersebut (lihat kembali uraian
tentang tema surah ini yang telah penulis kemukakan pada pengantar). Sayyid
Quthub menduga bahwa hakikat yang diungkap oleh ayat 11 di atas dipaparkan di
sini sekedar sebagai penjelasan dalam rangka menjelaskan hakikat iman yang
menjadi bahasan tentang iman yang merupakan ajakan al-Qur’an. Imam tersebut
adalah mengembalikan segala sesuatu kepada Allah Swt. Dan bahwa tidak ada yang
menimpa seseorang baik atau buruk kecuali atas izin Allah Swt. Dengan demikian
kita akan merasa “tangan Tuhan” pada setiap peristiwa yang terjadi, dan melihat
“tangan”-Nya pada setiap gerak sehingga tenanglah hatinya terhadap apa
menimpanya, baik kesulitan maupun kesenangan. Ia bersabar dalam kesulitan dan
bersyukur dalam kesenangan.
Ayat
yang lalu mengancam kaum kafir dengan siksa di neraka. Sementara ulama berkata
bahwa ketika itu sementara kaum musyrikin berkata: “kalau memang kaum muslimin
berada dalam kebenaran tentu Allah tidak menjatuhkan bencana atas mereka,
termasuk bencana yang terjadi melalui upaya kaum musyrikin. Untuk menyingkirkan
keresahan itu ayat di atas menyatakan: tidak menimpa seseorang satu musibah
pun berkaitan urusan dunia atau agama kecuali atas izin Allah melalui
system yang telah ditetapkan dan selalu di bawah kontrol pengawasan-Nya. Siapa yang kufur kepada
Allah, maka dia akan membiarkan hatinya dalam kesesatan dan siapa yang
beriman kepada Allah,[3] dan
percaya bahwa tidak ada yang terjadi kecuali atas izin-Nya niscaya dia akan
memberi petunjuk hatinya sehingga dari saat ke saat ia akan semakin
percaya, serta tabah dan rela atas musibah yang menimpanya sambil mencari
sebab-sebabnya dan semakin meningkat pula amal-amal baiknya. Allah menyangkut
segala sesuatu Maha Kuasa dan Allah menyangkut segala sesuatu Maha
mengetahui. Karena itu sabarlah
menghadapi serba cobaan serta lakukanlah intropeksi dan taatlah kepada Allah
di setiap tempat dan waktu, dan taatlah kepada Rasul dalam segala
hal yang diperintahkan – walau belum ada perintah Allah tentang tersebut,
kaarena beliau selalu dalam bimbingan-Nya. Jika kamu memaksakan diri berpaling
dari fitnah [kesucian yang mengantar kepada pengakuan keesaan Allah dan
dorongan beramal saleh, maka itu tidak akan merugikan kecuali diri kamu
masing-masing. Rasul Saw sedikit pun tidak akan rugi karena yang berada di
atas pundak Rasul Saw yakni kewajiban
yang dibebankan kepada beliau hanya-lah penyampaian yang jelas tentang
pesan-pesan Allah Swt. Jangan duga kaum musyrikin yang menganiaya kamu akan
dibiarkan begitu saja. Tidak! Jangan juga tidak taat kepada-Nya. Allah tiada
Tuhan yang berhak disembah, serta pengendali alam raya selain Dia yang Maha
Kuasa itu, karena itu hanya kepada-Nya hendaknya kamu mengabdi dan meminta
perlindungan menghadapi aneka musibah dan memang hanya kepada Allah tidak
kepada selain-Nya, bertawakal yakni berserah diri setelah upaya maksimal
orang-orang mukmin yang mantap keimanannya.[4]
C.
Macam-macam Musibah
Dalam surah Al-Baqarah yang
berbunyi:
155.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.
Sesungguhnya kalian akan kami beri cobaan dengan musibah
dan kesusahan agar menjadi jelas siapa yang jujur (tulus) dan siapa yang
pendusta. Di antara cobaan yang akan kami timpakan kepada kalian itu adalah rasa
takut dari musuh, kekurangan makanan, kehilangan sebagian harta benda, kekacuan
kondisi, meniggalnya orang-orang yang tercinta, kaum kerabat dan handai taulan,
rusaknya buah-buahan, sertanya binasanya pohon-pohonan. Semua itu kami lakukan
agar kami dapat menguji kalian di kehidupan negeri dunia ini, karena dunia ini
bukanlah negeri yang abadi. Dalam keadaan sulit dan menghadapi berbagai
cobaan yang berat tersebut tidak akan
ada yang berguna bagi kalian selain kesabaran.[5]
Barangsiapa yang bersabar niscaya dia akan mendapat kemenangan, orang yang sabar akan mendapat pahala tak
terhingga, ganjaran yang besar, dan malaikat
akan menjumpainya dari setiap pintu.
- Anjuran Istirja terhadap Musibah
Surah Al-Baqarah ayat yang berbunyi:
156.
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.[6]
157. Mereka Itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka
Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
“(Yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Inna li-llahi wa inna ilaihi
raji’un’(sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali (kepada-Nya).
Mereka itulah yang mendapat banyak keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Kita milik Allah. Jika
demikian, dia melakukan apa saja sesuai dengan kehendak-Nya. Tetapi Allah Maha
Bijaksana. Segala tindakan-Nya pasti benar dan baik. Tentu ada hikmah di balik
ujian atau musibah itu. Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, kita akan kembali
kepada-Nya, sehingga ketika bertemu nanti, tentulah pertemuan itu adalah
pertemuan dengan kasih sayang-Nya.
Kita adalah milik
Allah. Yang menjadi milik-Nya adalah kita semua yang juga merupakan
makhluk-Nya. Jika kali ini petaka menimpa saya, maka bukan saya yang pertama
ditimpa musibah, bukan juga yang terakhir. Makna ini akan meringankan petaka, karena
semakin banyak yang ditimpa petaka, , semakin ringan ia pikul petaka tersebut
dengan berkah lafadz yang ia sebutka tersebut.
Kalimat ini tidak
diajarkan Allah kecuali kepada Nabi Muhammad saw dan ummatnya, seandainya Nabi
Ya’kub mengetahuinya maka dia tidak akan berucap seperti ucapannya yang
diabadikan al-Qur’an: “Aduhai,[7] duka
citaku terhadap Yusuf” (QS. Yusuf
(12): 84).
Yang mengucapkan
kalimat (إنا
لله وإنا إليه راجعون) Inna li-llahi wa inna ilaihi raji’un dengan menghayati
makna-maknanya antara lain seperti dikemukakan di atas mereka itulah yang
mendapat banyak keberkahan.
Keberkahan itu
sempurna, banyak dan beraneka ragam, sebagaimana dipahami dari bentuk jamak
yang digunakan ayat di atas, antara lain berupa limpahan pengampunan, pujian,
menggantikan yang lebih baik daripada nikmat sebelumnya yang telah hilang dan
lain-lain. Semua keberkahan itu bersumber dari Tuhan Yang Memelihara dan
Mendidik mereka. Dengan demikian keberkahan itu dilimpahkan sesuai dengan
pendidikan dan pemeliharaan-Nya.
Mereka juga mendapat
rahmat. kata (رحمة) “rahmat”, walau sepintas
terlihat terbentuk tunggal, tetapi karena ia berbentuk kata jadian/mashdar maka
ia pun dapat mengandung arti jamak/banyak. Pakar-pakar bahasa Arab berkata
bahwa bentuk kata jadian (mashdar) dapat berarti tunggal dan juga dapat berarti
jamak.
Kita tahu persis makna
rahmat ilahi. Yang pasti, rahmat-Nya bukan seperti rahmat makhluk. Rahmat
makhluk merupakan rasa sedih melihat ketidakberdayaan pihak lain. Rasa sedih
itulah yang mengahasilkan dorongan untuk membantu mengatasi ketidakberdayaan
orang yang tidak berdaya tersebut. Bagaimana rahmat Allah, Allah yang Maha
Mengetahui tentang hakekat rahmat-Nya. Kita hanya dapat melihat dampak atau
hasilnya, yaitu limpahan karunia dan anugerah.
Mereka juga mendapat
petunjuk. Bukan saja petunjuk mengatasi kesulitan dan kesedihannya, tetapi juga
petunjuk menuju jalan kebahagian dunia dan akherat.[8]
Orang-orang yang sabar itu adalah orang yang
orang-orang beriman yang apabila ditimpa
musibah akan berkata, “kami adlah hamba Allah dan milik-Nya, Dia memutuskan
untuk kami apa yang dia kehendaki dari kebahagian dan kesedihan,
kesusahan dan kesenangan. Kami berada di bawah pengaturan dan suratan
takdir-Nya dan kami akan kembalikan
kepada-Nya untuk dihisab”. Barangsiapa bersabar maka baginya pahala, dan
barangsiapa berkeluh kesah maka ia akan mendapat siksa. Orang yang sabar akan
diberi rahmat dan orang yang marah akan terjauh dari rahmat.[9]
- Sebab Terjadinya Musibah
1.
Bersumber dari perilaku sendiri
Dalam
surah Ali Imran yang berbunyi:
165.
Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu
telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?"
Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Apakah
saat terjadi kekalahan pada perang Uhud atas kalian. Lalu kalian
bertanya,”kenapa kita kalah, padahal kita dijanjikan untuk menang dan kita
berada di pihak yang benar? Bagaimana kaum musyrikin bisa mengalahkan kita,
padahal mereka berada di pihak yang salah?”
Katakanlah kepada mereka, wahai Muhammad, “ penyebab
kekalahan ini berasal dari diri kalian sendiri, karena kalian melanggar
perintahku dan tidak mau melaksanakan petunjuk yang kuberikan agar jangan
meninggalkan bukti para pemanah, lantas kalian menderita kekalahan. Maka,
ingatlah dan jangan pernah lupakan hal ini. Aku telah memberi pengarahan kepada
kalian, aku meminta agar kalian tetap bersabar di atas bukit Uhud. Lagipula,
kalian telah mengalahkan para musuh dalam perang Badar. Jika dari pasukan
kalian telah terbunuh sebanyak tujuh puluh orang maka kalian telah membunuh
tujuh puluh orang dari mereka sekaligus menawan tujuh puluh lainnya. Kalian
telah memperoleh dua kali lipat dari mereka dibandingkan apa yang telah mereka
peroleh darimu. Semua itu terjadi dengan ketentuan Allah s.w.t., karena Dia Swt
Maha kuasa, tidak ada satupun yang bisa melemahkan-Nya. Dia Maha Bijaksana,
tidak ada yang tidak beres dalam perkara-Nya dan tidak ada pula yang cacat. Dia
juga Maha Melihat hamba-hamba-Nya.[10]
- Kemunafikan
Surah
An-Nis:
72.
Dan Sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). Maka
jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya Tuhan telah
menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama
mereka.[11]
Wahai orang-orang yang
beriman, ingatlah bahwa di antara kalian ada segolongan kaum munafik yang
enggan untuk ikut serta berjihad fi sabilillah karena kemunafikannya.
Kemudian, apabila kalian ditimpa kekalahan atau ada beberapa orang dari kalian
yang terbunuh, mereka akan mengatakan bahwa mereka mendapat anugerah dari Allah
Swt, diselamatkan dari bencana tersebut dikarenakan ketidakikutsertaan mereka
dalam pertempuran bersama kalian. Bahkan, mereka berbangga dan bersenang hati
dengan ketidakikutsertaan mereka dalam peperangan yang menyebabkan terbunuhnya
beberapa orang dari kalian itu.[12]
- Hikmah Musibah
1. Menambah Mahabbah (cinta) Kepada Allah Swt;
Dalam surah asy-Syura:
30.
Dan apa yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu
sendiri dan Allah memaafkan banyak.
31. Dan kamu tidak akan
mampu di bumi (ini), dan kami tidak memperoleh-selain Allah-satu pelindung pun
dan tidak pula satu penolong.
Thahir Ibn Asyur menghubungkan ayat ini dengan ayat 28
yang lalu, yang menguraikan anugerah turunnya hujan setelah sebelumnya
masyarakat Mekah menderita paceklik dan telah berputus asa dari kehadiran
hujan. Di sisni mereka diingatkan bahwa petaka yang mereka alami itu adalah
akibat kedurhakaan mereka mempersekutukan Allah Swt. Hal itu demikian, agar
mereka melakukan intropeksi dan melaksanakan apa yang direstui oleh Allah
pencipta mereka.
Al-Biqa’I Ibn Asyur menghubungkan ayat-ayat yang lalu
menguraikan nikmat dan kekuasaan-Nya. Ayat-ayat itu bagaikan menyatakan: Allah
yang telah menciptakan kamu, memberi kamu rezeki, dan dia juga yang
mengendalikan urusan kamu setelah menyebarluaskan kamu di pentas bumi ini.
Tidak ada nikmat kecuali yang bersumber dari-Nya, dan tidak ada pula petaka
kecuali atas izin-Nya. Dengan demikian Dialah sendiri yang merupakan “wali”
yang mengurus kamu. Nikmat apapun yang kamu rasakan maka itu adalah bersumber yang
menimpa -kapan dan di mana pun terjadinya- maka itu adalah disebabkan
oleh perbuatan tangan kamu sendiri yakni dosa dan kemaksiatan yang kamu
lakukan, paling tidak disebabkan oleh kecerobohan atau ketidakhati-hatian kamu.[13] Musibah
yang kamu alami itu hanyalah akibat sebagian dari kesalahan kamu, karena Allah
tetap melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu dan Allah memaafkan banyak dari
kesalahan-kesalahan kamu, sehingga kesalahan-kesalahan itu tidak mengakibatkan
musibah atas diri kamu. Seandainya pemaafan itu tidak dilakukan-Nya, maka
pastilah kamu semua binasa bahkan tidak ada satu binatang melata pun di pentas
bumi ini. Jangan duga bahwa pemaafan yang dianugerahkan Allah itu disebabkan
karena dia lemah, tidak! Dia Maha Kuat. Dan kamu walau secara
bersama-sama tidak akan mampu melepaskan diri dari ketentuan dan siksa
Allah, walau kamu berusaha berlindung di penjuru bagian mana pun di bumi
ini, dan di samping itu kamu juga tidak memperoleh -selain Allah – satu pelindung pun dan tidak
pula satu penolong.
Ayat
di atas walaupun dari segi konteksnya tertuju kepada kaum musyrikin Mekkah,
tetapi ia dari segi kandungannya tertuju kepada seluruh masyarakat manusia baik
perorangan maupun kolektif, kapan dan di mana pun, dan baik mukmin maupun
kafir.[14]
- Keutamaan dari Allah Swt;
Dalam surat
an-Nisa:
72.
Dan Sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran)[15].
Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya Tuhan telah
menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama
mereka.
Wahai orang-orang yang
beriman, ingatlah bahwa di antara kalian ada segolongan kaum munafik yang
enggan untuk ikut serta berhijad fi sabilillah karena kemunafikannya,
kemudian, apabila kalian ditimpa kesalahan atau ada beberapa orang dari kalian
yang terbunuh, mereka akan mengatakan bahwa mereka mendapat anugerah dari Allah swt., diselamatkan dari bencana tersebut
dikarenakan ketidakikutsertaan mereka dalam pertempuran bersama kalian. Bahkan,
mereka berbangga dan bersenang hati dengan ketidakikutsertaan mereka dalam
peperangan yang menyebabkan terbunuhnya beberapa beberapa orang dari kalian
itu.[16]
3. Ancaman terhadap Munafik
Surah an-nisa yang berbunyi:
62.
Maka Bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu
musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang
kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, Kami sekali-kali tidak menghendaki
selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna"
Bagaimanakah keadaan
mereka apabila Allah Swt menampakkan apa yang mereka sembunyikan, membuka apa
yang mereka simpan di dalam hati mereka, menyiksa mereka atas kejahatan yang
mereka perbuat, menjayakan kaum beriman atas mereka, dan menurunkan kesusahan
kepada mereka sebagai balasan atas kemunafikan mereka?
Setelah itu mereka akan datang kepada kalian dengan
pura-pura merendahkan diri seraya menutupi kepura-puraannya dengan sumpah palsu
bahwa mereka bertahkim kepada selain syariat Allah adalah atas dasar
niat yang baik, tujuan yang benar, dan pertimbangan situasi dan kondisi yang
harus mereka perhatikan atas jalan kebaikan.[17]
- Penutup
Kesimpulan
- Musibah bukanlah sesuatu yang bisa dihindari oleh setiap insane karena ia memang mutlak ada dalam kehidupan.
- Dalam musibah terdapat berbagai macam hakikat yang kesemuanya merupakan bentuk kasih sayang-Nya Sang Khaliq kepada makhluk-Nya, begitu juga dengan hikmah yang terkandung di dalam musibah tersebut.
- Dalil-dalil yang menguatkan adanya musibah dan sebab musibah juga termaktub dalam ayat-ayat Alquran.
- Musibah diibaratkan warna yang memberikan makna dalam kehidupan.
- Nabi yang merupakan hamba Allah yang paling dekat dengan-Nya dan bergelar dengan Habibullah saja mendapatkan musibah berupa ujian, apalagi manusia yang masih belum diketahui posisi dan kedudukannya di sisi Allah Swt.
[1] http://www.sinonimkata.com/sinonim-159359-musibah.html. Di download pada tanggal 27 Mei 2011.
[2] http://sayyidulayyaam.blogspot.com/2006/06/hakikat-musibah.html. Di download pada tanggal 12 Mei 2011.
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2003), volume 14, hal.
274.
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an, hal. 275.
[5] ‘Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar (Jakarta: Qisthi Press, 2007), juz 1, hal.
118.
[6] Artinya:
Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat
ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan
menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati,
2003), volume I, hal. 343.
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
hal. 344.
[9] ‘Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar (Jakarta: Qisthi Press, 2007), juz 5, hal. 119.
[10]‘Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar, hal. 328.
[12] Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar (Jakarta: Qisthi Press, 2007), juz 1, hal. 410.
[13] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Volume 12, hal.
503.
[14] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an , hal. 504.
[15] Sangat merasa keberatan ikut berperang.
[16] Aidh al-Qarni, Tafsir Muyassar, hal. 410.
0 komentar:
Post a Comment