a.
Macam-Macam Hidayah[1]
1. Hidayah amm, yaitu
hidayah yang bersifat umum yang diberikan
Allah kepada semua makhluknya.
2. Hidayah bayan atau
irsyad, yaitu hidayah berupa seruan Allah kepada manusia dan jin untuk
mengikuti ajaran agama. Yakni dengan diutusnya para Rasul sebagai pembawa
risalah agama.
3. Hidayah taufik, yaitu
hidayah yang berupa kekuasaan Allah untuk menjadikan manusia mau menerima kebenaran dan
ridha kepadanya, sehingga mudah untuk menjalankan perintah Allah.
4. Hidayah menuju surga
atau neraka, hidayah ini berlakunya di akhirat nanti, yaitu ketika hari
perhitungan sudah selesai. Maka barang siapa yang banyak amal kebaikannya akan
diberi hidayah menuju surga dan yang sedikit amal kebaikannya akan diberi
hidayah menuju neraka.
Orang-orang yang menerima hidayah adalah orang yang berpegang teguh pada
agama Allah, sebagaimana firman
Allah:
101.
Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, Padahal ayat-ayat Allah dibacakan
kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang
berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia telah diberi
petunjuk kepada jalan yang lurus. (Al-Imran: 101)
Pada ayat
ini yang menjadi pokok kajian adalah :
“Barangsiapa
yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia telah diberi
petunjuk kepada jalan yang lurus.” Maksudnya adalah “ Barangsiapa melakukan segala sebab yang
telah Allah tetapkan dan memegang teguh agama serta ketaatan kepada-Nya, maka
ia telah menempuh jalan yang jelas dan hujjah yang lurus untuk menuju keridhaan
Allah dan keselamatan dari azhab serta siksa Allah.[2]
Orang-orang yang mendapat hidayah itu adalah orang yang suka memakmurkan
mesjid, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut kecuali kepada
Allah, firman Allah:
18. hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak
takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang
diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (At-Taubah:
18)
Dalam ayat ini ada dua ciri orang yang diharapkan
mendapat petunjuk, yang pertama adalah orang yang suka memakmurkan
mesjid. At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah
Saw. bersabda :
“Apabila kalian melihat seseorang yang membiasakan diri
di mesjid (memakmurkan mesjid), maka saksikanlah ia termasuk orang yang beriman[3]”
Kedua, tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maksudnya 1) tidak takut
kecuali kepada Allah dari apa-apa yang disembah. Itu karena orang-orang musyrik
menyembah berhala-berhala serta takut dan menaruh harapan kepada mereka
(berhala). 2) tidak takut dalam masalah agama kecuali kepada Allah. [4]
Orang-orang yang tidak mendapat hidayah tergambar pada firman Allah berikut
ini :
57.
dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan
ayat-ayat Tuhannya lalu Dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah
dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di
atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (kami letakkan pula)
sumbatan di telinga mereka; dan Kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk,
niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.(Al-Kahfi: 57)
Dalam Tafsir Muyassar disebutkan tentang tafsir surah al-Kahfi ayat 57
adalah “Tidak ada seorang yang lebih zalim daripada orang yang dinasihati dan
diperingatkan dengan ayat-ayat Allah yang jelas kemudian ia tidak mau mengikuti
dan berpaling tidak memenuhi ajakannya, dan ia lupa terhadap
perbuatan-perbuatan buruk yang telah ia kerjakan sehingga ia tidak berhenti melakukannya dan bertobat. [5]
Sesungguhnya Allah telah mengunci hati orang-orang kafir sehingga mereka
tidak dapat mengambil manfaat dari al-Qur’an dan tidak memahaminya. Allah juga
menyumbat telinga-telinga mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar petunjuk
dan tidak mengambil manfaat dari peringatan. Meskipun engkau mengajak orang-orang
kafir, kepada keimanan mereka tidak akan mengikutimu selamanya, karena Allah
telah menetukan kesesatan terhadap mereka. [6]
Pada
surah Al-Jumu’ah ayat 5, di jelaskan
5.
perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada
memikulnya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah
buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada
memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (Al-Jumu’ah : 5)
>Kesesatan
Orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang menukar iman dengan
kekafiran, firman Allah:
108.
Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil
meminta kepada Musa pada jaman dahulu? dan Barangsiapa yang menukar iman dengan
kekafiran, Maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus. (Al-Baqarah: 108).
Maksudnya adalah maka barangsiapa yang mengganti iman mereka kepada Allah
dan Rasul-Nya dengan kekafiran, kemudian keluar dari agamanya, maka telah
menyimpang dari manhaj yang berada ditengah-tengah, yang jelas dan diikuti. [7]
Orang-orang yang sesat juga adalah orang yang sering berbolak-balik agama,
dari islam kemudian kafir, kemudian islam lalu kafir, dan seterusnya,
sebagaimana firman Allah :
90.
Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah
kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka Itulah
orang-orang yang sesat. (Al-Imran: 90)
Pada Tafsir At-Tahbari disebutkan para ulama berbeda pendapat:
Pertama: berpendapat maknanya adalah “orang-orang kafir
kepada sebagian Nabi-Nya yang diutus sebelum Nabi Muhammad, padahal sebelumnya
mereka beriman, kemudian kekufuran mereka kepada Nabi Muhmmad semakin besar,
maka Allah tidak menerima taubat mereka, yakni ketika kematian menjemput
mereka.
Kedua: berpendapat
bahwa maknanya adalah ahli kitab yang kafir kepada Nabi Muhammad, padahal
sebelumnya mereka beriman kepada para Nabi mereka. Kekufuran mereka lalu
bertambah (maksdunya dosa mereka bertambah), maka Allah tidak menerima taubat
mereka selama mereka tetap dalam kekufuran.
Ketiga: berpendapat
bahwa maknanya adalah orang-orang yang kafir setelah sebelumnya mereka beriman
kepada para nabi, kekufuran mereka bertambah (maksdunya menetap didalamnya
sampai mati). Keimanan dan tobat mereka yang pertama kali sama sekali tidak
bermanfaat, karena pada akhirnya mereka mati dalam keadaan kufur.
Keempat:
fiman Allah “kemudian beratambah kekufuran mereka ” adalah keadaan
mereka yang mati dalam keadaan kafir . sedangkan firman Allah “sekali-kali
tidak akan diterima taubat mereka” adalah saat sakaratul maut.[8]
1.
Talkid Buta
28.
dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami
mendapati nenek moyang Kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh
Kami mengerjakannya." Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh
(mengerjakan) perbuatan yang keji." mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah
apa yang tidak kamu ketahui? (Al-A’raf: 28)
2. Tipu Daya Setan
60.
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman
kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu
? mereka hendak berhakim kepada thaghut, Padahal mereka telah diperintah
mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan)
penyesatan yang sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 60)
3.
Mengingkari Hari Kiamat
5.
dan jika (ada sesuatu) yang kamu herankan, Maka yang patut mengherankan adalah
Ucapan mereka: "Apabila Kami telah menjadi tanah, Apakah Kami Sesungguhnya
akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru?" orang-orang Itulah yang
kafir kepada Tuhannya; dan orang-orang Itulah (yang dilekatkan) belenggu di
lehernya; mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Ar-Ra’d:
5)
4.
Menyekutukan Allah
30.
orang-orang kafir itu telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka
menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah
kamu, karena Sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka." (Ibrahim : 30)
5.
Tidak Menggunakan Akal
22.
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah;
orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun. (Al-Anfal: 22)
6.
Tidak Mengambil Pelajaran dari Sejarah
40.
dan Sesungguhnya mereka (kaum musyrik Mekah) telah melalui sebuah negeri
(Sadum) yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya (hujan batu).
Maka Apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu; bahkan adalah mereka itu
tidak mengharapkan akan kebangkitan. (Al-Furqan: 40)
7.
Tidak Mau Menerima Kebenaran
9.
mereka menjawab: "Benar ada", Sesungguhnya telah datang kepada Kami
seorang pemberi peringatan, Maka Kami mendustakan(nya) dan Kami katakan: "Allah
tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang
besar". (Al-Mulk: 9)
8.
Bangga dan Congkak
7.
dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami Dia berpaling dengan
menyombongkan diri seolah-olah Dia belum mendengarnya, seakan- akan ada sumbat
di kedua telinganya; Maka beri kabar gembiralah Dia dengan azab yang pedih.(Luqman :7).
9. Heran Karena Rasul Manusia
2.
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang
laki-laki di antara mereka: "Berilah peringatan kepada manusia dan
gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang Tinggi
di sisi Tuhan mereka". orang-orang kafir berkata: "Sesungguhnya orang
ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata".(Yunus: 2)
10.
Orang yang Dibiarkan Sesat
8.
Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang
buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu
oleh syaitan) ? Maka Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya
dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; Maka janganlah dirimu binasa karena
Kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat. (Fathir : 8)
Pada surat Al-An’am : 125
disebutkan,
125. Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan
kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama)
Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah
menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit.
Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Al-An’am : 125)
Pada ayat ini yang paling menarik
perhatian adalah kesan yang tersurat bahwa Allah berkehendak sesuka hati-Nya
dan semuanya atas ketentuan Allah. Barang siapa yang diberikan Allah petunjuk
maka ia mudah masuk islam, sebaliknya jika Allah menghendaki seseorang sesat,
maka dijadikan Allah hatinya itu sempit sehingga tidak mau menerima islam.
Kesan demikian, bila dihadapkan pada ayat-ayat
lain di dalam Al-Qur’an, akan bertentangan dengan dua hal. Pertama, kesan
itu bertentangan dengan konsep keadilan Tuhan, sebab jika seseorang ditentukan
menjadi muslim, sementara yang lain tidak dan dimana letak peran manusia untuk
menetukan nasibnya, padahal banyak ayat yang menegaskan signifikasi keadilan
dan peran manusia. Misalnya:
44.
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi
manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (Yunus: 44).
Kedua, kesan itu bertentangan pula
dengan prinsip hukum kausalitas. Bahwa segala sesuatu itu tidak terjadi dengan
sendirinya, melainkan disebabkan oleh sesuatu atau disebut dengan sunnah Allah,
yang merupakan ketentuan-ketentuan Allah yang tidak akan pernah berubah dan
Allah tidak akan merubahnya.
62.
sebagai sunnah Allah yang Berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum
(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah. (Al-Ahzab: 62).
Dari
penjelasan tersebut, dapat kita pahami bahwa Allah itu memang Maha Kuasa, kalau
Dia mau, maka dimasukkannya orang yang baik ke dalam neraka, dan orang yang
durjana ke dalam surga. Namun, hal itu tidak akan dilakukan karena Dia telah
berjanji untuk berbuat adil dan mempertimbangkan segala amal manusia, dan Dia
tidak mungkin melanggar janji-janji tesebut.
>Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa Hidayah itu tidak hanya diberikan kepada orang-orang islam,
tetapi juga diberikan kepada semua makhluknya, yaitu berupa hidayah amm,
dan agar manusia tidak tersesat maka Allah berikan Hidayah bayan atau irasyad,
yaitu dengan diutusnya para Rasul. Maka orang yang mau menerima ajakan para
Rasul itu maka Allah berikan ia Hidayah taufik. Sementara yang tidak mau
menerima ajakan tersebut disebabkan oleh taklid buta, tipu daya setan, tidak
mau menerima kebenaran dan lain sebagainya seperti yang tersebut diatas. Kita juga mengetahui bahwa Allah itu Maha
Kuasa, sehingga Allah bisa berbuat apa yang Dia kehendaki dan tentunya tetap
adil kepada seluruh mahkluk-Nya.
[1] Muhammad bin Jamil Zainu, Bagaimana kita
memahami Al-Qur’an, terj. Muhammad Qawwam, Abu Luqman, (Malang: Cahaya
Tauhid Press, 2006), h. 186
[2]Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari,
Tafsir At-Thabari,terj. Beni Sarbeni, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Jilid 5, h. 670-671
[3]
Imam Al-Qurthubi, Tafsir
Al-Qurthubi, terj. Budi Rosyadi dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Jilid.
8, h. 208
[5]‘Aidh Al-Qarni, Tafsir Muyassar, terj.
Tim Qisthi Press, (Jakarta: Qisthi Press, 2007), Jilid 2, h.554.
[7]Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari,
Tafsir At-Thabari,terj. Beni Sarbeni, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2008), Jilid. 2, h. 382.
[8]
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir
Ath-Thabari, Tafsir At-Thabari,terj. Beni Sarbeni, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), Jilid 5, h. 572-577.
0 komentar:
Post a Comment