Santa Mars

Laki-laki, 18 tahun

Malang, Indonesia

Banggalah pada dirimu sendiri, Meski ada yang tak Menyukai. Kadang mereka membenci karena Mereka tak mampu menjadi seperti dirimu.
::
Start
Windows 8 SM Versi 3
Shutdown

Navbar3

Search This Blog

Wednesday 5 June 2013

Faktor Dikuatkan Atau Lemahnya Sebuah Hadist

Hadits adalah pedoman umat Islam setelah Al-Quran, namun terlepas dari itu masih banyak umat Islam yang sedikit sekali pemahamannya tentang hadits. Oleh karena itu, pemakalah akan mencoba membahas ilmu hadits tentang dikuatkan atau tidaknya sebuah hadis. Ada bermacam-macam hadits, dan Faktor-Faktor Yang Memungkinkan Dikuatkan Atau Tidaknya Sebuah Hadist. Faktor mengapa hadis itu dikuatkan karena, hadis itu muttashil sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhabith (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadzdz), dan cacat (‘illat).[1] 
Yang dimaksud dalam kajian ini adalah bagian ke-dua dari klasifikasi berita yang diterima, yaitu Hasan Li Dzâtihi (Hasan secara independen). Barangkali sebagian kita sudah pernah membaca atau mendengar tentang istilah ini, namun belum mengetahui secara persis apa yang dimaksud dengannya.
Itulah yang akan kita coba untuk mengulasnya secara ringkas tapi padat, insya Allah. Namun sudah tentu makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, pemakalah sangat mengharapkan masukan, kritik, atau saran yang membangun untuk melengkapi kekurangan yang ada di makalah ini.
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.[2]
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.
Sedangkan faktor mengapa hadis itu lemah atau tidak kuatnya karena tidak memenuhi beberapa persyaratan hadis shahih misalnya karena tidak bersambung sanad-nya, tidak adil dan tidak dapat diandalkan  kekuatan daya ingat atau hapalan para perawi dalam seluruh sanad, atau karena adanya keganjilan baik dalam sanad atau pada matan, dan atau karena adanya cacat-cacat yang tersembunyi baik dalam sanad maupun dalam matan.[3]
Hadits Hasan (bahasa Arab: حسن Ḥasan) adalah tingkatan hadits yang ada dibawah hadits Shahih. Menurut Imam Tirmidzi, hadits Hasan adalah hadits yang tidak berisi informasi yang bohong, tidak bertentangan dengan hadits lain dan Al-Qur'an dan informasinya kabur, serta memiliki lebih dari satu Sanad. Selain itu, menurut Abdul Karim, hadits Hasan juga merupakan hadits yang diriwayatkan oleh rawi terkenal dan disetujui keakuratannya oleh sebagian besar pakar hadits.[4]
Syarat-syarat hadits disebut Hasan secara keseluruhan hampir sama dengan syarat-syarat hadits Shahih. 5 syarat hadits Hasan yaitu:[5]
  1. sanadnya bersambung,
  2. diriwayatkan oleh rawi yang adil
  3. diriwayatkan oleh rawi yang hafal (dhabith), tapi tingkat kehafalannya masih dibawah hadits Shahih,
  4. tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya lebih tinggi atau Al-Qur'an,
  5. tidak terdapat cacat.
Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada kedhabithannya. Jika hadits Shahih tingkat dhabithnya harus tinggi, maka hadits hasan tingkat kedhabithannya berada dibawahnya. Contoh hadits Hasan adalah seperti hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Amr bin al-Qamah, dari Salamah, dari Abu Hurairah. Dalam hadits ini, hadits dikategorikan hasan dikarenakan Muhammad bin Amr bin al-Qamah dikenal tingkat hafalannya yang tidak luar biasa.[6]
Adapun Hadis hasan terbagi kepada hasan li dzatih dan hasan li ghairih, namun yang kita bahas sekarang ialah hadis hasan li ghairih.
Hadis hasan li ghairih ada beberapa pendapat di antaranta adalah:[7]
Ø  Hadis yang dhaif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat
Ø  Hadis dhaif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedha’ifan bukan karena fasik atau dustanya perawi
Dari devinisi di atas dapat dipahami bahwa hadis dha’if bisa naik menjadi hasan li ghairih. Hasan li ghairih adalah hadis dha’if yang bukan dikarenakan rawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi, dan syahid. Hadis dhaif yang karena rawinya buruk hapalannya, tidak dikenal identitasnya, dan menyembunyikan kecacatan dapat naik derajatnya menjadi hasan li ghairihi karena dibantu oleh-oleh hadis-hadis lain yang semisal dan semakna atau karena banyak rawi yang meriwayatkannya.[8]
Hadis shahih As-Shahih dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari kata as-Saqim orang yang sakit jadi yang dimaksudkan hadis shahih adalah hadis yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Dalam istilah hadis shahih adalah:[9]
Hadis yang muttashil sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang adil dan dhabith sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan, dan cacat.
Hadis shahih terbagi kepada menjadi dua, yaitu shahih li dzatih dan shahih li ghairih.
Hadis shahih li ghairih adalah hadis hasan li dzatihi ketika ada periwayatannya melelui jalan lain yang sama atau lebih kuat dari padanya.[10] Jadi hadis shahih li ghairih adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal. Misalnya, rawinya yang adil tetapi, tidak sempurna ke-dhabith­-annya (kapasitas intelektualnya rendah). Bila jenis ini dikukuhkan oleh jalur lain semisal, maka ia menjadi shahih li ghairih. Lain halnya dengan shahih li dzatihi, hadis ini sahih dan memenuhi syarat-syaratnya dengan maksimal. Dengan demikian, shahih li ghairih adalah hadis yang keshahihannya disebabkan oleh faktor lain karena tidak memenuhi syarat-syarat secara maksimal.[11]
Perhatian terhadap sanad di masa sahabat yaitu dengan menghapal sanad-sanad itu dan mereka mempuyai daya ingat yang luar biasa. Dengan adanya perhatian mereka maka terpelihara sunnah Rasul dari tangan-tangan ahli bid’ah dan para pendusta. Karenanya pula imam- imam hadis berusaha pergi dan melawat ke berbagai kota untuk memperoleh sanad yang terdekat dengan Rasul yang dilakukan sanad ‘aali.[12]
Ibn Hazm mengatakan bahwa nukilan orang kepercayaan dari Orang yang dipercaya hingga sampai kepada Nabi SAW. dengan bersambung-sambung perawi-perawinya adalah suatu keistimewaan dari Allah khususnya kepada orang-orang Islam.
Dari beberapa paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut kuat atau tidaknya sebuah hadis dapat dilihat dari segi sanad atau matan hadis. Seperti bersambung atau tidaknya sanad, cacat atau tidaknya perawi, dhabith atau tidaknya perawi, dan ada atau tidaknya keganjilan dalam sanad dan matan hadits. Semua itu bertujuan untuk meneliti kuat atau tidaknya sebuah hadis.

[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), h.149. 
[2] http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/4/1/pustaka-94.html (didownload 10 oktober 2011)
[3] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), h.163.
[4] Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Malikim, Ilmu Ushul Hadits. (Yogyakarta: PT. Pelajar)
[5] Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Malikim, Ilmu Ushul Hadits. (Yogyakarta: PT. Pelajar), h.147.
[6] Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Malikim, Ilmu Ushul Hadits. (Yogyakarta: PT. Pelajar), h.147.
[7] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), h.160.
[8] M. Agus Solahuddin, Agus Suryadi, Ulumul Hadis. (Bandung: PT. Pustaka Setia), h.146-147.
[9] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), h.149.
[10] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), h.155.
[11] M. Agus Solahuddin, Agus Suryadi, Ulumul Hadis. (Bandung: PT. Pustaka Setia), h.144.
[12] http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/4/1/pustaka-94.html (didownload 10 oktober 2011)

0 komentar: